Yusril, Yandri, Pigai: Blunder Menteri Prabowo
BARU dilantik Presiden Prabowo Subianto, tiga menterinya sudah melakukan kecerobohan. Tak ada hujan tak ada angin, ketiganya langsung membuat blunder, polemik, dan kegaduhan.
Padahal, saat pidato pertama setelah dilantik menjadi presiden, Ahad 20 Oktober 2024, Prabowo menegaskan perlunya suasana kebersamaan, suasana persatuan, kolaborasi, kerja sama, bukan cekcok yang berkepanjangan dalam mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia.
Artinya, butuh keteduhan, bukan kegaduhan. Butuh ketenangan, bukan 'penyerangan'. Semuanya membutuhkan keteladanan dari pemimpin bangsa, terutama presiden dan pembantunya di kabinet.
Kembali kita menggarisbawahi kalimat, "… bukan cekcok yang berkepanjangan...” Ini peringatan keras dari Prabowo betapa pentingnya menjaga ucapan dan tingkah laku dari para elit bangsa, terutama jajaran menterinya.
Sebab, apa yang diucapkan dan diperbuat oleh para pembantunya itu jelas mencerminkan wajah pemerintah. Hal itu sekaligus menggambarkan sosok Prabowo sebagai Kepala Negara dan pribadi.
Tiga menteri Prabowo sejak dilantik Senin, 21 Oktober melakukan blunder. Mereka membuat gaduh dan polemik. Kita tidak tahu, apakah Prabowo sudah menegur mereka saat Sidang Perdana Kabinet Merah Putih, Rabu 23 Oktober 2024.
Atau setidaknya, tiga menteri tersebut diberikan arahan khusus setelah sidang. Kita serahkan saja semua kepada Presiden Prabowo yang dalam pidato perdananya di hadapan Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, sangat berapi-api.
Tiga menteri melakukan blunder dan kegaduhan. Kok membuat gaduh dan blunder?
Mereka membuat gaduh pada hari Senin, 21 Oktober 2024, atau pada hari mereka dilantik. Mungkin dalam pikiran mereka, bisa bicara seenaknya tanpa melihat dampaknya akan membuat kegaduhan dan menyakitkan rakyat. Mereka tak menggunakan otak dalam berbicara dan bertindak. Melainkan menggunakan “otot” dalam arti, "merasa berkuasa karena menteri".
Siapa saja mereka? Kita mulai dari Yusril Izha Mahendra. Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi ini mengatakan, selama beberapa dekade terakhir tidak ada kasus pelanggaran HAM berat.
"Selama beberapa tahun terakhir tidak terjadi kasus pelanggaran HAM yang berat. Waktu saya jadi Menteri Kehakiman dan HAM, saya tiga tahun menjalani sidang komisi HAM PBB di Jenewa dan kita ditantang menyelesaikan soal-soal besar," kata Yusril kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 21 Oktober.
Namun, keesokan harinya ia meralat atau mengklarifikasi pernyataannya itu, terutama menyangkut tragedi 1998, yang memakan banyak korban jiwa akibat kerusuhan dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan. Seakan mau melepas tanggunggjawab atas perkataannya, Yusril pun melempar kesalahan kepada wartawan. Ia mengaku tidak tahu jelas maksud yang ditanyakan wartawan.
"Ya semuanya nanti kita lihat apa yang direkomendasikan oleh Komnas (Komisi Nasional) HAM kepada Pemerintah. Karena kemarin tidak begitu jelas apa yang ditanyakan (wartawan) kepada saya," kata Yusril kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 22 Oktober.
Yusril berpendapat bahwa pertanyaan wartawan, yakni mengenai genosida dan ethnic cleansing. Ia menyebut dua poin itu memang tidak terjadi pada 1998.
"Apakah terkait masalah genocide ataukah ethnic cleansing? Kalau dua poin itu yang ditanyakan, memang tidak terjadi pada waktu 1998," ujarnya.
Menteri kedua yang membuat gaduh adalah Yandri Susanto. Menteri Desa dan Daerah Tertinggal ini dengan arogannya menyebarkan undangan haul ke-2 Ibunya dengan menggunakan kop surat kementerian yang dipimpinnya, lengkap dengan kedudukannya sebagai menteri. Undangan haul wajar-wajar saja dan hal itu sudah biasa di masyarakat, dengan mengundang tokoh nasional dan lokal, termasuk pejabat tinggi sipil, militer dan kepolisian.
Sebenarnya, syukuran, pesta, haul adalah kegiatan pribadi. Jadi, tidak pantas jika kegiatan pribadi tetapi menggunakan undangan dengan kop surat dengan simbol negara. Jika menggunan kop surat atau simbol negara, itu namanya penyalahgunaan jabatan dan wewenang.
Apalagi, undangan Yandri dalam haul tersebut ditujukan kepada kepala desa dan perangkatnya. Itu namanya katabelece, menakut-nakuti perangkat desa.
Acara haul itu digelar bersamaan dengan peringatan hari santri di Pondok Pesantren BAI Mahdi Sholeh Ma'mun, Desa Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten.
Nuansa politisnya sangat kentara dalam undangan Yandri Susanto itu. Hal itu karena istrinya, Ratu Rahmawatu Zakiyah menjadi salah satu calon Bupati Kabupaten Serang. Meski Yandri mengatakan tidak ada kaitannya dengan sepak terjang istrinya, tetapi masyarakat tidak mempercayainya.
Akibat ulah Yandri itu, Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya mengeluarkan imbauan melalui WhatsApp (WA) grup para menteri, isinya meminta menteri tidak memicu polemik.
Menteri ketiga yang membuat gaduh dan polemik adalah Natalius Pigai. Menteri HAM ini meminta penambahan anggaran kementerian yang dipimpinnya. Tidak tanggung-tanggung, Pigai meminta tambahan dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun. Wow! Luar biasa Pigai.
Luar biasa dahsyatnya. Entah dari mana angka Rp 20 triliun itu Pigai peroleh. Padahal, keuangan negara masih seret. Apalagi, dia belum bicara sama Menteri Keuangan sebagai bendahara negara dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Ketika menyebut Rp 20 triliun itu, Pigai pun 'menjual' Presiden Prabowo. Ia mengatakan, cita-cita dan misi presiden tidak tercapai jika anggaran cuma Rp 64 miliar. (*)