Said Didu Dilaporkan Ketua DPC APDESI Kabupaten Tangerang Maskota
Jakarta, FreedomNews – Jum’at, 15 November 2024, DR. Muhammad Said Didu, atas perjuangan untuk membela rakyat dan penyelamatan Negara di Wil PSN PIK-2 dan Wilayah lain, mengabarkan, ia kembali dipanggil Polisi untuk diperiksa di Polresta Tangerang, Kota Tigaraksa pada Selasa, 19 November 2024.
Pemeriksaan tersebut atas dasar laporan beberapa pihak, termasuk dari Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Tangerang, H. Maskota HJS, dengan tuduhan melanggar UU ITE (menghasut).
“Demi membela hak-hak rakyat dari penggusuran paksa, penyelamatan Asset Negara, dan (juga) keamanan negara, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, saya akan hadapi proses ini dengan kepala tegak dan berpasrah diri pada Allah,” tegasnya dalam surat pemberitahuan itu.
Said Didu pun berpasan, jika terjadi sesuatu, demi rakyat, demi bangsa, demi negara – mohon perkenan Bapak/Ibu/Saudara untuk melanjutkan perjuangan ini.
Menurut Sekjen FTA (Forum Tanah Air) Ida Kusdianti, Pelaporan Ketua DPC APDESI Kabupaten Tangerang terhadap Said Didu merupakan bukti APDESI berpihak pada Aguan PIK-2.
Manuver Ketua DPC APDESI Kabupaten Tangerang dengan melaporkan Said Didu atas tuduhan menghasut warga terkait amburadulnya proyek PSN PIK-2 adalah sebagai bentuk pengkhianatan APDESI terhadap korban terdampak PIK-2.
Tentu saja langkah Ketua DPC APDESI Kabupaten Tangerang membuat Aguan besar kepala dan membusungkan dadanya karena ada entitas yang membelanya.
“APDESI seharusnya tidak vulgar dalam menyikapi kasus PIK-2 maka wajar kalau ada spekulasi bahwa Ketua DPC APDESI Kabupaten Tangerang adalah Kaki tangan Aguan yang Melacurkan Integritasnya sebagai Kaki tangan Aguan,” tegas Ida Kusdianti.
“Saya selaku warga Banten mengecam tindakan Ketua DPC Apdesi Kabupaten Tangerang yang menghalangi orang-orang yang hendak membela hak-hak rakyat untuk memperjuangkan Keadilan di Republik ini,” lanjutnya.
Menurutnya, sangat wajar jika sebagai rakyat mempertahankan apa yang sudah menjadi hak miliknya, apalagi yang merampas adalah orang asing yang sama sekali tidak dikenal dan untuk kepentingan pribadi dengan menginjak hak pribumi.
Ida Kusdianti menilai, apa yang dilakukan oleh Said Didu adalah sebuah langkah besar dan harus kita support, yang merasa terusik dengan hal ini maka itulah para pengkhianat. Karena sudah jelas mengakomodir kebijakan penguasa untuk mengambil hak rakyat.
“Tekanan, kriminalisasi, pelaporan dan mungkin teror yang diterima Pak Said Didu adalah salah satu bukti bahwa Demokrasi di negeri ini benar-benar hancur. Bersuara, dan mempertahankan milik adalah hak setiap warga negara,” ungkap Ida Kusdianti.
Tekanan apapun akan kita hadapi bersama-sama, Warga Banten akan terus mengawal proses yang sedang terjadi jika pada endingnya Pemerintah masih berpihak pada Oligarki maka jangan salahkan rakyat jika ada perlawanan masif dari rakyat.
Martil Rakyat
Proyek pembangunan di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK)-2, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), memicu kontroversi setelah penggusuran paksa warga yang tinggal di kawasan tersebut.
PIK-2, yang direncanakan untuk menjadi kawasan ekonomi dan pemukiman, bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur di Jakarta dan sekitarnya. Namun, proses penggusuran yang melibatkan warga yang telah lama menetap di wilayah tersebut memicu penolakan dari mereka yang merasa hak-hak mereka dilanggar.
Sejumlah warga yang terkena dampak penggusuran mengklaim bahwa proses pemindahan yang dilakukan oleh pengembang tidak adil dan tidak transparan. Mereka juga menganggap bahwa kompensasi yang diberikan tidak memadai.
Menanggapi masalah ini, Said Didu, seorang mantan pejabat publik dan aktivis yang dikenal dengan perjuangannya untuk membela hak-hak rakyat, terlibat aktif dalam mendampingi warga yang terdampak penggusuran.
Said Didu, yang juga sering menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah menilai, kebijakan penggusuran tersebut melanggar hak asasi manusia dan merugikan rakyat kecil, terutama warga berpenghasilan rendah yang tinggal di kawasan PIK-2.
Said Didu menjadi salah satu suara lantang yang menentang kebijakan tersebut, dengan menyoroti ketidakadilan yang dialami oleh warga. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dan pengembang yang seringkali memprioritaskan proyek besar di atas kesejahteraan rakyat. Seiring dengan pernyataan-pernyataannya, Said Didu menjadi tokoh penting dalam perjuangan untuk keadilan sosial terkait penggusuran paksa di PIK-2.
Pada November 2024, Said Didu menerima panggilan dari Polresta Tangerang, Kota Tigaraksa, untuk menjalani pemeriksaan terkait laporan yang mengaitkan dirinya dengan dugaan pelanggaran UU ITE.
Laporan itu mencuat setelah beberapa pihak, termasuk Ketua DPC Apdesi Kabupaten Tangerang, Maskota, menuduh Said Didu menghasut masyarakat melalui unggahan di media sosial. Tuduhan itu berkaitan dengan pernyataan-pernyataan Said Didu yang dianggap bisa memicu ketegangan di masyarakat dan merugikan pihak pengembang serta kebijakan pemerintah setempat.
Maskota, dalam laporannya, mengklaim bahwa pernyataan Said Didu di media sosial yang menentang penggusuran dapat berpotensi menghasut masyarakat untuk menentang proyek PSN PIK-2.
Said Didu sendiri membantah tuduhan tersebut, dan menegaskan bahwa pernyataannya adalah untuk memperjuangkan keadilan sosial dan hak-hak warga yang digusur, bukan untuk menghasut atau merusak stabilitas.
Ia berpendapat, perjuangannya berfokus pada perlindungan hak dasar warga dan pengawasan terhadap kebijakan yang berdampak buruk pada kehidupan masyarakat. (*)
Mochamad Toha