Hamzah Haz yang Saya Kenal: Pejabat Konsisten Dengan Peci Miring

BANGSA Indonesia berduka. Satu putra terbaiknya dipanggil oleh Sang Khalik.

Inna lillahi wa inna ilaihi rozi'un.

Seorang putera terbaik dan politisi senior, meninggal dunia Rabu, 24 Juli 2024 sekitar pukul 9.30. Dia adalah Wakil Presiden Republik Indonesia ke-9, Hamzah Haz.

Sebagai wartawan yang bertugas meliput ekonomi dan politik saat bekerja di Harian Umum Pikiran Rakyat, Bandung, Biro Jakarta, saya sering melakukan wawancara khusus dengan Hamzah Haz melalui telepon. Itu saya lakukan pada saat harga minyak bergejolak. Juga wawancara pada Ahad, ketika sangat sulit mendapatkan berita utama edisi besok harinya.

Hamzah Haz yang meninggal dunia dalam usia 84 tahun dikenal sebagai politisi tulen, handal dan senior. Dalam politik, awalnya ia beranjang dari Partai NU dan kemudian PPP (Partai Persatuan Pembangunan), yang merupakan hasil fusi partai Islam di Indonesia, yaitu PSII, NU dan Perti pada Januari 1973.

Ia adalah politisi yang tidak gamang menghadapi tekanan penguasa semasa orde baru. Maklum, sebelum deformasi hanya ada tiga partai, yaitu Golkar (Golongan Karya), PPP dan PDI yang kemudian berubah menjadi PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).

Hamzah Haz lahir di Desa Pesaguan, Matan Hilir Selatan, Ketapang, Kalimantan Barat, 15 Februari 1940. Ia putra dari Abdul Hadi Achmad, seorang guru Sekolah Rakyat dan kemudian menjadi kepala desa, dengan Zainab. Almarhum sempat menjadi guru SMA di Ketapang, mengikuti jejak ayahnya.

Kariernya politiknya benar-benar dari bawah. Setelah lulus Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), di Pontianak tahun 1960, Hamzah Haz memulai karier sebagai wartawan surat kabar Bebas.

Di bidang organisasi kemasyarakatan, ia memulainya sebagai penulis/Sekretaris Pengurus NU (Nahdhalatul Ulama) Kabupaten Ketapang pada 1960 sampai 1961.

Hamzah Haz, memulai karier politiknya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat pada 1968. Karier politik dan karier di NU seakan seiring sejalan.

Pada 1971, Hamzah menjadi Wakil Ketua Pengurus Wilayah NU Kalbar, dan terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari NU mewakili Kalbar.

Hamzah Haz adalah seorang guru, wartawan, politisi dan ulama. Karena pernah menjadi wartawan dan bahkan mendirikan surat kabar Berita Pawan, ia pun tetap dikenal sebagai sosok yang mudah diwawancarai jurnalis, baik doorstop atau wawancara informal, di ruang kerjanya maupun lewat telepon.

Sebagai anggota DPR RI, ia adalah salah satu narasumber yang mudah dihubungi, berkaitan dengan isu ekonomi, terutama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kurs rupiah, fluktuasi harga minyak internasional. Sebagai anggota Komisi APBN, ia jago mengutak-atik persoalan keuangan negara.

Oleh karena itu, setiap kali Presiden Soeharto menyampaikan Pengantar Nota Keuangan dan APBN di hadapan anggota DPR RI, Hamzah Haz menjadi sasaran tembak para wartawan. Ia menjadi salah satu anggota DPR RI buruan yang ditunggu pendapatnya.

Wartawan yang ketinggalan ikut mewawancarainya karena juga wawancarai anggota DPR lainnya, dipastikan meminta hasil obrolan dengan Hamzah kepada sesama teman seprofesi. Biasanya, merekam ulang atau menulis di atas kertas poin-poinnya.

Maklum, di masa orde baru itu, wartawan harus benar-benar bekerja keras, karena mendapatkan hasilnya tidak seperti sekarang yang bisa di-copy paste atau membuka di media online yang saling berburu dengan waktu tayang.

Sebagai wartawan yang bertugas meliput ekonomi dan politik saat bekerja di Harian Umum Pikiran Rakyat, Bandung, Biro Jakarta, saya sering melakukan wawancara khusus dengan Hamzah Haz melalui telepon. Itu saya lakukan pada saat harga minyak bergejolak. Juga wawancara pada Ahad, ketika sangat sulit mendapatkan berita utama edisi besok harinya.

Hamzah Haz begitu mudahnya dihubungi dan diwawancarai, asalkan tidak lagi menerima tamu atau pas waktu shalat.

Dengan suaranya yang khas, saya bisa menggali pendapatnya tentang akibat dari kenaikan harga minyak dunia terhadap APBN dan perekonomian nasional. Wawancara lewat telepon dari kantor ke rumahnya bisa satu jam dan kadang lebih. Maklum, masa itu belum ada telepon genggam/telepon seluler atau HP (handphone).

Sebagai politisi handal, Hamzah Haz sangat disegani lawan-lawan politiknya. Oleh karena itu, tidak mengherankan, ia berkiprah sebagai anggota DPR RI selama tujuh periode, sejak 1971 sampai 1999. Senyumnya yang khas, membuat orang mudah mengingatnya.

Ia adalah politikus dan aktivis Islam Indonesia. Di partai politik, ia mencapai puncak tertinggi menjadi Ketua Umum PPP periode 1998 sampai 2007. Ia pun harus meninggalkan DPR RI, karena 'dibajak' oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie yang mengangkatnya sebagai Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 1998.

Akan tetapi, tidak berselang lama, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri karena berkonsentrasi menjadi juru kampanye PPP yang dipimpinnya.

Karier Hamzah Haz yang dua kali menjadi Ketua Fraksi PPP DPR RI itu terus meroket. Pada 6 Oktober 1999, ia terpilih sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 1999-2004.

Baru beberapa pekan menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, ia kembali 'dibajak'. Kali ini, Hamzah Haz diangkat Presiden Abdurrahman Wahid menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dalam Kabinet Persatuan Nasional. Namun, pada 26 November 1999, Hamzah memutuskan mengundurkan diri dari jabatan menteri dengan alasan ingin berkonsentrasi pada urusan PPP.

Puncak karier Hamzah di pemerintahan adalah ketika Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI ke-5 menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid. Melalui pemilihan wakil presiden dalam Rapat Paripurna ke-5 Sidang Istimewa MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) yang dipimpin oleh Amien Rais pada 26 Juli 2001, Hamzah Haz terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-9.

Pada putaran pertama pemilihan yang dilakukan lewat voting itu, Hamzah Haz memperoleh suara 238 dari 613 anggota MPR yang hadir. Perolehan tersebut mengungguli empat saingannya, yaitu Akbar Tandjung (177 suara), Susilo Bambang Yudhoyono (122 suara), Agum Gumelar (41 suara), dan Siswono Yudo Husodo (31 suara).

Pemilihan wapres RI ke-9 itu terus berlanjut ke putaran kedua dan ketiga, dan akhirnya Hamzah Haz berhasil menjadi wapres dengan suara 340 mengungguli Akbar Tandjung yang memperoleh 237 suara.

Ada yang menarik pada saat penghitungan suara. Ruang SI MPR di gedung Kura-Kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat itu. Suara riuh ketika kertas suara terdengar memenuhi ruangan ketika nama Hamzah Haz disebutkan melalui pengeras suara. Sebenarnya, hal itu biasa dilakukan setiap pendukung calon.

Akan tetapi, agak berbeda dengan yang dilakukan pendukung Hamzah Haz. Itu terjadi saat tim penghitung suara menyebutkan namanya.

Suara makin riuh pun terdengar ketika dari pengeras suara menyebutkan, "Hamzah Haz, Si Peci Miring".

Rupanya, ada saja anggota MPR yang memilihnya dengan tambahan kalimat, 'Si Peci Miring atau Peci Miring". Mungkin masuknya menghibur dari kejenuhan SI MPR yang maraton. Bisa juga bentuk keisengan pendukungnya.

Yang jelas dan pasti Hamzah Haz terkenal dengan khasnya yang hampir selalu memakai peci hitam, dan menempel di kepalanya secara miring. Entah kenapa peci itu harus dipakai miring. Tidak tahu sejak kapan selalu memakai peci miring.

Saat jadi Wapres sampai Oktober 2004, ia masih seperti itu. Termasuk pada foto bingkai sebagai wapres yang dijumpai di kantor, sekolah, perguruan tinggi, instansi resmi dan rumah tinggal.

Itulah Hamzah Haz. Selamat jalan. Keteguhanmu, ketaatanmu beragama, keberpihakanmu kepada rakyat akan dikenang dalam sejarah. Tak lupa juga, peci miringmu akan selalu dikenang sebagai pejabat yang konsisten. (*)