Gibran Gate dan Momentum Penyelamatan Konstitusi, Batalkan UU Pemilu PT20%, UU IKN, UU Cipta Kerja
Kesedihan dan keprihatinan Jimly Asshiddiqie atas prahara “Gibran Gate” di Mahkamah Konstitusi harus dapat menjadi momentum penting untuk mengembalikan kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif independen penjaga Konstitusi.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
MAHKAMAH Konstitusi (MK) Gate, atau Gibran Gate, membuka kotak pandora. Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi dilaporkan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran kode etik.
Gibran Gate merupakan upaya Mahkamah Konstitusi memberi privilege kepada Gibran Rakabuming Raka, keponakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, supaya bisa dicalonkan sebagai wakil presiden dengan cara yang jelas diduga melanggar hukum pasal 17 ayat (5) UU tentang Kekuasaan Kehakiman, terkait konflik kepentingan dan kode etik.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, sekaligus pendiri dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003-2008) merasa sedih. Kehormatan Mahkamah Konstitusi mencapai titik nadir, titik tergelap sepanjang masa keberadaannya.
Peran Mahkamah Konstitusi begitu sangat vital bagi bangsa dan negara. Mahkamah Konstitusi sebagai garda utama, dan satu-satunya, penjaga dan penegak konstitusi.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi harus diselamatkan dari tangan-tangan pengkhianat konstitusi, yang bisa menghancurkan bangsa ini melalui kejahatan Mahkamah Konstitusi.
Gibran Gate hanya merupakan salah satu contoh. Gibran Gate merupakan wujud nyata aksi “kudeta” konstitusi dan wewenang DPR oleh Mahkamah Konstitusi.
Selain Gibran Gate, banyak undang-undang yang diduga kuat melanggar konstitusi tetapi dibiarkan dan tetap diberlakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Banyak permohonan uji materi ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, dengan alasan pemohon tidak memenuhi legal standing.
Kesedihan dan keprihatinan Jimly Asshiddiqie atas prahara “Gibran Gate” di Mahkamah Konstitusi harus dapat menjadi momentum penting untuk mengembalikan kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif independen penjaga Konstitusi.
Reposisi fungsi Mahkamah Konstitusi harus diawali dengan penggantian sebagian atau semua sembilan hakim Mahkamah Konstitusi, yang dapat memenuhi persyaratan seperti tertuang di pasal 24C ayat (5) UUD. Yaitu, memiliki integritas, berkepribadian tidak tercela, adil dan bersikap negarawan.
Setelah Mahkamah Konstitusi dapat menjadi lembaga yudikatif yang independen dan mandiri kembali, silakan masyarakat mengajukan permohonan uji materi untuk undang-undang yang diduga melanggar konstitusi.
Antara lain, undang-undang pemilu terkait ambang batas minimum pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen, undang-undang tentang Ibu Kota Negara (IKN), undang-undang Cipta Kerja, undang-undang kesehatan, dan lainnya.
Semoga, dengan jiwa dan roh Mahkamah Konstitusi yang baru, undang-undang yang melanggar konstitusi dapat ditertibkan.
Kalau terbukti presiden dengan sengaja membuat undang-undang dengan melanggar konstitusi, presiden bisa diminta pertanggungjawabannya.
Semoga prahara “Gibran Gate” Mahkamah Konstitusi dapat menjadi momentum penegakan konstitusi. (*)