Rakyat Dipaksa Sehat di Negeri yang Sakit

Bahkan sebaliknya, telah memanipulasi imajinasi rakyat dan mengorup kesadaran rakyat, Itu adalah sama saja bentuk kejahatan dan kebiadaban.. karena rakyat menjadi korban dan telah menanggung penderitaan...

Oleh: Ozzy S. Sudiro, Ketum KWRI/Sekjen Majelis Pers

INDONESIA adalah Negara yang Kaya Raya akan Sumber Daya Alam, kaya akan Budaya, kaya akan segala-galanya.

Tapi "mengapa" di Indonesia banyak sekali orang yang bodoh? dari yang menjadi pejabat sampai gelandangan, dari yang Kaya sampai yang miskin, dari yang muda sampai yang tua, bahkan dari semut sampai gajah, tukang sapu sampai tukang tipu, semua Bodoh, termasuk kita semua.

Perlu kita ketahui bahwa Indonesia bukanlah Negara yang hanya dikuasai orang-orang kaya, tapi juga kita sebagai rakyat Indonesia yang perlu asupan gizi untuk segera keluar menghilangkan kebodohan ini.

Faktanya saat ini hidup makin rumit, Rakyat mulai kejepit hingga napas Senin-Kamis, sulit mencari lapangan kerja walau pergi pagi susu tak terbeli, bahkan sudah banyak rakyat yang terancam Polda, alias ”Polisi Dapur”. Karena janji Pemimpin yang penuh takabur. Dikira hebat karena suka kecebur.

Mulai Kecebur Got, kecebur selokan, belum saja kecebur lumpur, kering tinggal jemur, sebagai monumen patung tokoh tukang ngibul.

Semua kenyataan sirna, janji manis hanya isapan jempol belaka, salam tiga jari kini tinggal gigit jari.

Etika Moral yang dimiliki masyarakat kian hari kian surut, karena Republik mulai bangkrut, hutang sana hutang sini, pinjam sana pinjam sini, jual sana jual sini, dengan dalih investasi Pembangunan di semua lini, hingga peras rakyat atas nama pajak-pajak negeri, hanya pajak kentut yang bebas menanti.

Revolusi Mental menjadi Dangkal. Yang digagas tokoh pesohor tidur sampai molor dengan jargon saya “Pancasila", saya "NKRI” lain mulut lain dijalani tiada hasil hingga pengkhinatan Nurani tinggal tunggu stroke dan gagal jantung menanti.

Sadar atau dengan tujuan yang sadar, bahwa sesungguhnya telah terjadi kerusakan karakter mentalitas bangsa ini.

Akibatnya, bangsa kita saat ini menjadi bangsa yang terpuruk, kurang beradab, kurang bermoral, bahkan menjunjung tinggi nilai-nilai kejahatan.

Sesama siswa sekolah saling Bullying, tawuran dengan kekerasan tidak beradab, sadis dan tak terkendalikan.

Sesama pejabat saling sikut-sikutan, hantam-hantaman, bahkan berakhir jotos jotosan untuk sebuah jabatan dan kejayaan.

Narkoba jadi barang kebutuhan kebahagiaan instan, tak mengenal status sosial, mulai dari rakyat jelata hingga pejabat negara.

Pelajar dan mahasiawa, kiai dan selebritis, penegak hukum sampai yang mengadili hukum menjadi bandar, cartel sindikat memanfaatkan jaringan lembaga hukum.

Prostitusi sejak Dini mengancam Tunas Tunas pertiwi, LGBT tak lagi malu menampakan diri tebar pesona bahkan percaya diri.

Kriminalitas merajalela sadis tak berprikemanusiaan, begal sana begal sini, Rampas – sana rampas – sini tak menghiraukan jatuh korban.

Media Sosial menjadi “media Syok-Sial” saling buli, saling caci, saling fitnah, dan sumpah serapah menjadi makanan kebutuhan setiap hari hingga menguras energi pikiran anak negeri.

Laksana hutan rimba yang tak bertepi, berisi jutaan penyair berekspresi, ada syair cinta yang beranugerah, ada syair benci yang mengoyakan hati.

Kemiskinan dan mulai kelaparan hampir di pelosok Negeri yang tak sanggup dan bertahan hidup bisa-bisa sekeluarga bunuh diri.

Inilah Potret sebuah bangsa yang karakternya telah rusak. Sebuah bangsa yang karakternya rusak hanya akan mampu menghasilkan, hanya akan mampu memanivestasikan, para pemimpin.. para elit politik.. para golongan yang dekadensi kehilangan Patriotisme, Nasionalisme, dan tentunya telah kehilangan budaya Indonesia, akan kepribadian yang baik dan mempunyai kredibilitas dan martabat harga diri bangsa.

Banyak yang meretorika peraturan, Undang Undang, bahkan Hukum dengan memonopoli kebenaran atas nama Rakyat, karna rakyat, demi rakyat dengan Jargon menjual kemiskinan dan penderitaan rakyat. Tapi hanya untuk menipu sesama, dengan pesanan pasal demi pasal untuk kepentingan seponsor yang utama.

Ada pula yang berbicara atas nama agama, untuk agama, demi agama dengan dalil dan kaidah-kaidah kebenaran di bawah keagungan Tuhan, seolah-olah hanya dirinya saja yang paling benar dan masuk syurga, tapi semua hanya kemunafikan karena diberi sebuah jabatan.. yang ada hanya untuk pembenaran yang keliru.

Bahkan sebaliknya, telah memanipulasi imajinasi rakyat dan mengorup kesadaran rakyat, Itu adalah sama saja bentuk kejahatan dan kebiadaban.. karena rakyat menjadi korban dan telah menanggung penderitaan...

”Salam NKRI…. Jangan biarkan ibu Pertiwi menagis meratapi anak Negeri”. (*)