Usman Hamid: Ada Jaringan Ekspor Teknologi “Spyware” dari Israel ke Indonesia
Jakarta, FreedomNews – Amnesty International merilis temuan adanya jaringan ekspor teknologi spyware dan pengawasan dari Israel ke Indonesia.
Temuan ini merupakan kolaborasi Lab Keamanan Amnesty International dengan beberapa media yaitu: Tempo (Indonesia), Haaretz (Israel), Inside Story (Yunani), kelompok riset WAV (Swiss), dan WOZ (Swiss).
Spyware adalah sejenis malware yang mampu memata-matai melalui perangkat elektronik yang terinfeksi. Spyware dirancang untuk mengawasi, melacak, dan mencuri informasi pengguna perangkat elektronik.
Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia, dalam keterangannya, Kamis (2/5/2024) dikutip dari Tempo.co, menjelaskan kalau ekosistem pemasok, broker, hingga penjual spyware dan teknologi pengawasan yang suram dan kompleks, membuat industri ini gampang menghindari akuntabilitas dan regulasi.
Lab Keamanan Amnesty International menemukan bukti penjualan serta penyebaran teknologi spyware dan pengawasan ke perusahaan dan badan resmi pemerintah di Indonesia.
Dalam laporan diungkap ada hubungan antara lembaga negara dengan beberapa perusahaan teknologi Israel NSO, Candiru, Wintego, dan Intellexa. Bukti-bukti itu didapatkan dari sumber terbuka termasuk catatan perdagangan, data pengiriman, dan pemindaian internet. Setidaknya, temuan itu menunjukkan aktivitas ini dilakukan sejak tahun 2017.
Usman menambahkan, Indonesia saat ini tidak memiliki undang-undang khusus yang mengatur penggunaan teknologi spyware dan pengawasan.
Hal ini menimbulkan risiko di mana ruang sipil telah menyusut dan akan terus menyusut akibat dari serangan terus-menerus terhadap hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat secara damai, keamanan pribadi, dan kebebasan penahanan sewenang-wenang.
Analisis jaringan mengungkapkan adanya domain yang meniru situs berita di Indonesia, termasuk TribunNews, Tirto, Media Indonesia dan Antara News. Sebuah domain bernama Indoprogress juga ditemukan.
Laboratorium Keamanan Amnesty belum mengonfirmasi apakah domain tambahan ini merupakan server infeksi spyware Candiru. Meskipun begitu, mereka menyatakan terus mengamati domain spyware Candiru tambahan dengan fokus pada Indonesia hingga 2022.
Jurre van Bergen, teknolog di Amnesty International, menyatakan penjualan dan transfer perangkat lunak mata-mata dan teknologi pengawasan yang sangat invasif ke Indonesia menjadi ancaman bagi penegakan HAM.
"Perdagangan rahasia dari alat-alat mata-mata tersebut terus berlangsung pada saat hak-hak atas kebebasan berekspresi sudah berada dalam serangan di negara tersebut," kata van Bergen dalam keterangan tertulis, Rabu, 1 Mei 2024.
Hasil liputan investigasi selengkapnya akan dimuat di majalah Tempo yang terbit pada Ahad, 5 Mei 2024 untuk edisi digital, sedangkan edisi cetaknya terbit pada Senin, 6 Mei 2024.
Perlu dicatat, Indonesia selama ini tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Israel dan merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Penelitian yang dilakukan oleh Lab Keamanan Amnesty International, berdasarkan sumber terbuka termasuk catatan perdagangan, data pengiriman dan pemindaian internet, mengungkap hubungan antara badan dan lembaga resmi pemerintah di negara Asia Tenggara dan perusahaan teknologi Israel NSO, Candiru, Wintego dan Intellexa.
Perusahaan-perusahaan tersebut tergabung dalam sebuah konsorsium yang awalnya didirikan oleh mantan perwira militer Israel, setidaknya sejak tahun 2017.
Aliansi Intellexa misalnya, selama ini aktif terlibat dalam pengembangan dan pemasaran berbagai produk pengawasan termasuk spyware canggih, platform pengawasan massal, dan sistem taktis untuk menargetkan dan mencegat perangkat di sekitar.
Menurut hasil penyelidikan Amnesty International, Entitas korporat aliansi ini tersebar di berbagai yurisdiksi, baik di dalam maupun di luar Uni Eropa.
Sifat sebenarnya dari hubungan antara perusahaan-perusahaan ini diselimuti kerahasiaan karena entitas korporasi, dan struktur di antara mereka, terus-menerus berubah, berganti nama, mengubah merek, dan berkembang.
Perusahaan Jerman FinFisher, yang merupakan saingan perusahaan Israel dan yang teknologinya diduga digunakan untuk mengincar para pengkritik terhadap pemerintah di Bahrain dan Turki, juga diketahui telah mengirimkan teknologi tersebut ke Indonesia.
Amnesty mengatakan hanya ada sedikit visibilitas mengenai target sistem tersebut. “Alat spyware yang sangat invasif dirancang untuk bersifat rahasia dan meninggalkan jejak minimal,” katanya dalam laporan tersebut.
“Kerahasiaan yang tertanam dalam hal ini dapat mempersulit pendeteksian kasus-kasus penyalahgunaan alat-alat ini terhadap masyarakat sipil dan berisiko menciptakan impunitas atas pelanggaran hak asasi manusia," sebut Amnesty dalam laporan resminya.
Dikatakan Amnesty, temuan ini merupakan “keprihatinan khusus” di Indonesia di mana ruang sipil telah “menyusut sebagai akibat dari serangan yang terus menerus terhadap hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai, keamanan pribadi dan kebebasan penahanan sewenang-wenang”.
Kekhawatiran terhadap hak asasi manusia semakin meningkat di Indonesia sejak mantan jenderal Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden pada bulan Februari pada upaya ketiganya.
Prabowo Subianto yang secara resmi akan menjabat pada bulan Oktober 2024, dituduh pernah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius di Timor Timur dan Papua Barat.
Masyarakat adat di kedua daerah tersebut telah memperjuangkan kemerdekaan dari Indonesia sejak tahun 1960-an. Dia membantah tuduhan terhadap dirinya.
Laporan tersebut menyatakan telah menemukan “banyak impor atau penyebaran spyware antara tahun 2017 dan 2023 oleh perusahaan dan lembaga negara di Indonesia, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Siber dan Sandi Negara.
Amnesty menyebutkan, entitas sasaran penjualan teknologi spyware termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN. Polri dan BSSN belum menjawab surat permintaan wawancara Tempo hingga Jumat, 3 Mei 2024. (*)
Mochamad Toha