Hotman Paris Jatuhkan Bom Moral di Makassar
BEBERAPA hari belakangan ini, Makassar, Ibu Kota Sulawesi Selatan memanas. Hal itu terjadi karena hadirnya sebuah tempat hiburan milik Hotman Paris Hutapea, seorang pengacara yang seringkali pamer kekayaan, termasuk cincin berlian yang harganya miliaran rupiah.
Saya tak menyandingkan marganya, karena dia sangat mempermalukan orang Batak atau Tapanuli yang sangat menjunjung tinggi adat, budaya, norma, apalagi agama, baik itu agama Islam, Nasrani maupun lainnya.
Hotman, manusia songong dan sombong. Banyak orang Batak atau Tapanuli, termasuk teman-teman saya yang beragama Kristen yang muak terhadap kelakuannya, termasuk gonta-ganti 'pasangan' atau asisten pribadi. "Malu kita! Masih banyak yang lebih kaya dari Hotman, tetapi tidak pamer," kata seorang teman Batak Kristen dalam perbincangan dengan saya.
Hotman ini mau menjatuhkan bom moral di Makassar, tempat para tokoh nasional berasal. Sederet tokoh nasional berasal dari Sulawesi Selatan. Sebut saja, Jenderal Purnawirawam M. Jusuf (mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ABRI – kini TNI atau Tentara Nasional Indonesia); mantan Presiden BJ Habibie, mantan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla. Mereka tokoh nasional yang taat beribadah. Ada Ustaz kondang Das'ad Latif, dan sederet lainnya.
Moral para Daeng Makassar dan Sulawesi Selatan, terutama daeng muda mau dirusak Hotman dengan membangun W Super Club di kawasan Center Point of Indonesia, di kota badik itu.
Hotman memang dikenal karena membuka tempat esek-esek di berbagai tempat. Di Jakarta saja, ia memiliki saham 10 persen di Holywings yang ditutup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat dipimpin Gubernur Anies Rasyid Baswedan.
Di Bali ia berjaya. Maklum, karena Bali terkenal dengan wisata asal manca negara dan lokal yang hidup glamour dan masuk dari tempat hiburan yang satu ke tempat lainnya. Bali terkenal dengan dugemnya. Tidak masalah, karena Bali mayoritas beragama Hindu yang tidak mempersoalkannya.
Herannya, manusia yang berseteru dengan Rocky Gerung itu kok tidak membangun hal yang sama – club malam – besar di Danau Toba atau di sekitarnya. Bisa di Pulau Samosir. Padahal, di sana juga masih banyak penduduk yang membutuhkan pekerjaan. Sebagai daerah yang mayoritas beragama Kristen, Hotman sebaiknya membangun club malam terbesar di dunia di Danau Toba.
Mengapa Hotman tidak membangun di sana? Karena masyarakat di sana itu, terutama bermarga Hutapea akan menolaknya. Ditolak, karena tidak sesuai dengan budaya dan adat Tapanuli/Batak.
Orang Batak/Tapanuli yang beragama Nasrani sangat menjunjung tinggi nilai budaya dan sangat menghormati leluhur yang tidak meninggalkan ajaran sombong dan pamer kekayaan.
Dalam kasus Makassar, ia telah meminta maaf karena telah menghina wanita Makassar dan Bugis. Penghinaannya ini diucapkannya saat meresmikan tempat dugem (dunia gemerlap) itu.
"Saya mengajak para wanita untuk berdansa. Saya tidak ada maksud apa pun untuk melecehkan wanita-wanita Makassar atau wanita-wanita Bugis," katanya.
Gelombang protes pun mengalir. Organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam dan pemuda pun langsung bereaksi. Mereka meminta agar club malam itu ditutup. Mereka mengancam akan menduduki kantor Wali Kota Makassar dan Kantor Gubenur Sulawesi Selatan jika tidak ditutup.
Ancaman itu ditanggapi Kapolres setempat, Komisaris Besar Mokhamad Ngajib dengan menutup sementara.
Akan tetapi, jika Hotman mengajak berdansa sampai kiamat, masyarakat setempat meminta agar ditutup sampai akhir zaman. Mereka menolak tegas usaha tersebut tetap ada, karena akan merusak akhlak, terutama generasi muda. Apalagi, Hotman telah menghina dan merendahkan martabat wanita Makassar dan Bugis.
Hotman sengaja menjatuhkan 'bom' moral di Makassar. Ia ingin memporak-porandakan ajaran agama Islam, akhlak, moral, dan budaya di sana. Mengajak wanita Makassar dan Bugis menjadi bagian dari rencananya membuat 1.000 asisten pribadi, jelas suatu penghinaan yang tidak bisa ditolelir.
Para Daeng Makassar mestinya mengeluarkan 'badik' menghadapi Hotman. Tetapi, badik berupa keberanian melawannya secara hukum. Walau sudah meminta maaf, Hotman sepantasnya diproses secara hukum.
"Paentengi siri'mu (tegakkan sensitivas rasa malu)," begitu kira-kira ungkapan para Daeng Makassar.
Tidak hanya orang Makassar dan Bugis yang terusik terhadap ucapan dan tingkah laku Hotman. Juga kaum hawa lainnya, termasuk wanita Batak/Tapanuli sangat tersinggung. (*)
Mangarahon Dongoran