Munculnya Pejuang Tidak Tahu Diri dan Bermata Dua
Kekuatan perlawanan ini nyasar pada aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tidak tahu diri dan bermata dua bahkan sebagian LSM terang-terangan beridentitas dari negara asing yang telah mengubah UUD 1945.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
CERITA panjang Reformasi yang dibajak di tengah jalan oleh National Democratic Institute (NDI) – kekuatan asing – pimpinan Madellein Albraight yang dibantu 18 LSM lokal yang tergabung dalam Koalisi Ornop Untuk Konstitusi Baru melalui kerja sama dengan kaum komprador yang kala itu duduk di MPR masa bakti 1999 – 2004.
Dari sinilah Konstitusi kita mulai di kudeta dan dibajak.
Dalam kegelisahannya Barak Obama sampai mengatakan: "I know there has been controversy about the promotion of democracy in recent years ... So let me be clear no system of government can or should be mposed upon ane nation by any other".
("Saya tahu telah ada kontroversi tentang promosi demokrasi dalam beberapa tahun terakhir ... jadi izinkan saya menjelaskan bahwa tidak ada sistem pemerintahan yang dapat atau harus dipaksakan pada suatu negara oleh negara lain").
Terjadinya amandemen berkali kali dan terakhir tahun 2002 perjuangan mereka berhasil sempurna mengubah UUD 1945 menjadi UUD 2002 bukan diamandemen tetapi diganti.
Kembali harus diingat saat itu NDI selaku datang dan mendampingi saat proses kerja PAH perubahan UUD 1945 – dengan kekuatan finansialnya.
Ahli tata negara atas kejadian tersebut semua diam, bermata dua seperti sikapnya selama itu mengikuti arus NDI.
Campur tangan asing benar benar terjadi, anggota parlemen saat itu justru kesurupan, masuk dalam skema rekayasa politik yang akan menghancurkan negara dengan imbalan finansial yang konon sangat besar, beramai ramai mengganti UUD 1945 dan melemahkan Pancasila.
Sampai terjadilah peristiwa aneh sampai Presiden Prabowo Subianto sesuai Pasal 3 ayat 2 UUD 2002 bahwa "MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden" macet total. MPR tak bisa melaksanakan atau melakukan pasal tersebut, tidak ada surat penetapan/pengangkatan dan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, hanya pengesahan oleh KPU.
Dampak kerusakan negara sudah di depan mata:
Negara Kesatuan RI sudah tidak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Konstitusi Negara RI sudah tidak memiliki Roh Proklamasi. Negara Proklamasi sudah dibubarkan. Amandemen UUD 1945 adalah ilegal dan makar terhadap NKRI. Sebutan UUD 1945 NRI hanyalah rekayasa politik dari sebutan nama UUD 1945 palsu
Sebutan UUD 2002 hanyalah manipulasi sebutan nama dari UUD 1945 palsu. Amandemen UUD 1945 bukan kehendak rakyat dan partai politik. Tumpah darah dan Tanah air kita sudah digadaikan dan diajah kolonial baru (bentuk pemerintahan saat ini adalah penjajahan). Pembentukan IKN telah memutus sejarah NKRI.
Rentang waktu 12 tahun dari tahun 2002-2014, setelah sukses mengubah atau mengganti UUD 1945, Amerika melanjutkan skenarionya merekayasa menciptakan Presiden bonekanya harus berwajah Liberalisme, Kapitalisme dan Individualisme.
Sejak awal sebenarnya sudah bisa diketahui ada kekuatan menjadikan Joko Widodo hanya sekedar robot atau boneka kekuasaan kapitalis AS dan China (menumpang rekayasa AS).
Kembali dalam rentang waktu 10 tahun dari tahun 2014-2024, Perjuangan kembali ke UUD 1945 mendapatkan perlawanan dari pemilik modal kapitalis yang ingin tetap mempertahankan lembaga Pemerintahan Negara tetap berpaham liberalisme, individualisme, dan kapitalisme.
Kekuatan perlawanan ini nyasar pada aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tidak tahu diri dan bermata dua, bahkan sebagian LSM terang-terangan beridentitas dari negara asing yang telah mengubah UUD 1945.
Modus yang digunakan oleh para aktor tersebut mencakup:
Menolak kembali ke UUD 1945 asli; Memecah-belah kita; Mengeluarkan masalah masalah lain; Korupsi besar-besaran; Menjual dan menggadaikan Tanah Air; Ingin menciptakan Negara Federal; Pribumi akan dimiskinkan, dibodohkan, disengsarakan bahkan akan dihabisi dan dimusnahkan.
Mereka bukan hanya komprador bermata dua terindikasi buta sejarah bahwa Bung Karno dan Bung Hatta menolak mentah mentah untuk mengekor model paham liberal dari Barat. Kedaulatan negara yaitu kedaulatan rakyat, kekuasaan yang dijalankan oleh rakyat dan/atau atas nama rakyat dengan dasar musyawarah.
Prof. Ihsanudin Nursi mengatakan "Beban Prabowo Subianto amat sangat besar, karena musuh dalam selimutnya teridentifikasi melampaui kapasitas dirinya, semoga mampu mengatasinya". (*)