Dilengkapi Talk-Show Sejarah dan Pentas Seni, Khadijah Islamic School Gelar Festival Muharram 2024

Malém Satu Muharram : 1961-2001 Sepi Mati Sunji Ummat ta’ perduli Taunja satu Djanuari

1

Pada Selasa, 30 Juli 2024, di Gedung Khadijah Islamic School, Pasar Jumat, Jakarta Selatan, diam-diam digelar acara “Festival Muharram 2024” dalam rangka memperingati Tahun Baru 1446 Hijriyah.

Pondok Pesantren tak berbayar bagi kalangan dhuafa khusus santriwati tingkat SMP-SMA yang berdiri sejak 2006 ini berada di bawah pengelolaan Yayasan Amal Pendidikan Sosial Islam Indonesia/YAPSII.

Sebelumnya merupakan sekolah umum bernama SMP-SMA YAPSI (Yayasan Amal Pendidikan Sosial Islam) yang pada tahun 1980-an cukup dikenal masyarakat Pasar Jumat, Cirendeu, Pondok Pinang, Pondok Labu, Cilandak, dan sekitarnya. Pada tahun 1996 sekolah ini dinyatakan ditutup karena semua pendiri dan pengurus yayasan sudah meninggal dunia, kecuali H. Zulkarnain Dt. Bandaharo.

Acara yang digagas oleh Hj. Siti Aisyah, S.Psi, MBA selaku pimpinan Khadijah Islamic School ini, selain menggelar bazaar UKM dan pentas seni, juga menggelar talk-show sejarah. Ia merupakan putri dari H. Zulkarnain Dt. Bandaharo, bendahara di SMP-SMA YAPSI pada tahun 1980-an.

Khadijah Islamic School berada di seberang Gedung Badan Tenaga Atom Nasional/BATAN (kini Gedung BRIN) dan kini memiliki murid kurang-lebih berjumlah sebanyak 200 orang yang tinggal di dalam lingkungan sekolah.

Mereka  berasal dari berbagai wilayah di Indonesia seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, dan Sumatera Barat. Sebagian besar berasal dari Jabodetabek.

Satu catatan menarik adalah meski digelar di lingkungan sekolah, namun pihak yayasan melakukan terobosan besar dengan melibatkan nama-nama dari tingkat nasional terkait talk-show yang digelar.

Temanya pun tidak sempit hanya untuk lingkungan sekolah namun tema besar yang belum terpikirkan untuk pembahasan di Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Sejarah, bahkan acara yang digelar Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan, Kementerian Pendidikan.

Tema tersebut adalah “Sejarah Masuknya Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Betawi dan Keberadaannya Kini”. Acara dipandu oleh Muhammad Sartono, pemandu tur senior, praktisi batik, dan pendiri komunitas Sahabat Budaya Indonesia.

Tampil sebagai pembicara kedua adalah KH Rakhmad Zailani Kiki dari MUI Jakarta, lulusan UIN Syarif Hidayatullah dan kolomnis di Harian Republika yang lama menjadi pengurus Jakarta Islamic Center di Koja, Jakarta Utara. Sebagai penulis buku dan peneliti, ia memang concern pada tema “Islam di Betawi”.

Hal ini senada dengan tema yang diangkat sahabatnya, sastrawan dan budayawan Betawi asal Pondok Pinang, Chairil Gibran Ramadhan/CGR, dalam buku berjudul “Mesigit: Setangkle Puisi Sejarah dan Budaya ~ Betawi, Batavia, Jakarta”.

Beberapa puisi dari buku ini pada pembukaan talk-show dibacakan oleh Giyanto Subagio, dari Masyarakat Kesenian Jakarta. Pada talk-show ini, CGR merupakan pembicara utama.

2

Acara yang baru pertama kali digelar di Khadijah Islamic School ini murni didanai para donatur tetap. Tidak ada bantuan dari Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan karena pihak yayasan memang tidak melakukan pendekatan pada kedua instansi ini.

Pendekatan personal terkait pendanaan acara justru dilakukan oleh Chairil Gibran Ramadhan selaku konsultan acara dan sahabat masa kecil Siti Aisyah kepada beberapa tokoh Betawi yang dikenalnya sebagai anggota legislatif dan juga beberapa tokoh Betawi hingga ketua umum Bamus Betawi dan Lembaga Kesenian Betawi/LKB.

Hal ini dilakukan CGR mengingat tema talk-show yang membawa tema “Sejarah Masuknya Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Betawi dan Keberadaannya Kini”. Kita mahfum bahwa Betawi identik dengan Islam. Bahkan ada kalimat: Bukan Betawi bila bukan Islam.

Namun apa mau dikata, tema yang digelar terkait perayaan Hari Besar Islam tersebut tidak mendapat tanggapan sama sekali dari orang-orang yang dihubungi. Menurut CGR, respon serupa juga datang dari teman-temannya semasa menuntut ilmu dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, termasuk sesama jemaah pengajian di masjid dan musholla.

“Jika pimpinan Khadijah Islamic School adalah ulama selebritis, pasti akan lain tanggapan mereka.” ucap CGR sambil tertawa getir. Sepinya respon ini serupa dengan penggambaran sepinya Malam Satu Muharram dalam puisi karya CGR yang ditampilkan sebagai pembuka tulisan.

Namun alhamdulillah acara berjalan sesuai jadwal dan sukses meski digelar secara sangat sederhana. Hadir pula para guru dan pelajar dari sekolah-lain lain di Jakarta Selatan, seperti SMA 49, SMA 66, SMA 74, dan SMA Widuri. Insya Allah acara serupa akan kembali digelar pada tahun-tahun berikutnya di Khadijah Islamic School, atas dukungan dana dari Dinas Pendidikan atau Dinas Kebudayaan. Akhirnya: Selamat Tahun Baru 1446 Hijriyah!*** (bea)