Karomah Abah Guru Sekumpul Membelah Diri

Oleh: Abi KH Mustofa Jamal, Ketua Majelis Hikmatul Almukaromah

ADA seorang murid yang termasuk dekat dengan Abah Guru Sekumpul menceritakan ketika ia berkunjung ke rumah Abah Guru Sekumpul.

Saat itu rupanya Abah Guru Sekumpul sedang asyik menceritakan sesuatu, tanpa terasa waktu shalat tiba dan si murid menunggu Abah Guru Sekumpul untuk shalat bersama. Hingga Abah Guru Sekumpul bilang: “Ayuha nang ai mun nyawa handak sembahyang badahulu" (Silakan kamu bila mau sembahyang dahulu).

Si murid lalu masuk kamar, ternyata ia melihat Abah Guru Sekumpul sedang shalat dalam posisi ruku'.

Merasa kurang pas kalau ia masuk kamar, lalu ia mencoba masuk ke kamar sebelahnya, ternyata melihat Abah Guru Sekumpul sedang membaca wirid.

Lalu ia keluar kamar lagi dan dilihatnya Abah Guru Sekumpul masih berada di kamar tamu. Si murid yang penasaran lalu bertanya: "Yang mana jua pian nang aslinya Bah?" (yang manakah njennengan yang asli Bah?).

Abah Guru Sekumpul sambil tersenyum menjawab: "Asli haja barataan nang ai" (Asli semuanya itu).

Subhanallah...

Indahnya Pernikahan Atas Restu Rasulullah SAW

Ketika itu tahun 1975, usia Abah Guru Sekumpul mencapai 33 tahun, suatu usia yang cukup matang untuk membina Mahligai rumah tangga.

Dan wajar jika keinginan itu pun tumbuh dalam diri Abah Guru Sekumpul yang tentunya beliau ingin sekali memiliki keturunan yang diharapkan meneruskan tugas dan amanah sebagai ulama.

Namun saat itu ada sedikit kegundahan, ke mana harus menyampaikan keinginan hati tersebut? Ke mana uneg-uneg dan perasaan ini diutarakan? Inilah tampaknya perasaan yang berkecamuk di jiwa Abah Guru Sekumpul saat itu.

Kerena untuk Menyampaikan kepada orang tua beliau khawatir akan menjadi beban pemikiran di hati mereka, karena memang kondisi yang serba kekurangan.dan untuk musyawarahkan masalah ini dengan pamannya Syekh Muhammad Semman Mulia, ada rasa sungkan dikarenakan beliaupun saat itu belum kawin.

Di tengah kegundahan itu, ada sesorang Habib di Martapura, bertemu dalam mimpinya dengan Rasulullah SAW. Dalam mimpinya itu Rasulullah SAW berkata:

"Itu Zaini, dia mau kawin, dia rajin baca sholawatku, dia rajin memuji aku, mengajarkan ilmuku, bantu dia, dan kamu harus turun tangan". Demikian Ucapan Rasulullah dalam mimpi Habib tersebut.

Maka ketika terbangun, Habaib itu bergegas menuju ke rumah Guru Zaini (Abah Guru Sekumpul) untuk memusyawarahkan hal ini kepada orang tuanya.

Kedua orang tua mereka mengatakan setuju, hanya saja mereka tidak bisa mengambil keputusan sebelum berusyawarah kepada Syekh Muahammad Semman Mulia.

Ketika disampaikan pada dasarnya beliau pun juga sangat setuju, namun juga tidak bisa mengambil keputusan sebelum izin dan restu dari Syehk Muhammad Syarwani Abdan atau Guru Bangil.

Bebarapa waktu kemudian Guru Zaini berangkat ke bangil untuk sowan kepada Syehk Muhammad Syarwani Abdan. Setelah bertemu dan Guru Zaini Menceritakan semuanya, Guru Bangil sangat gembira dan setuju mendengar keinginan Guru Zaini untuk menikah.

Namun Guru Bangil menyarankan agar Guru Zaini secepatnya menemui KH Hamid Pasuruan untuk memohon izin dan restu kepada beliau. (*)