Jokowi Telah Khianat, Ingin Kembali ke Pangkuan Megawati?

Prabowo juga pernah dikhianati Joko Widodo. Prabowo dan Gerindra ikut mendukung Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2012. Tapi, akhirnya Joko Widodo melawan Prabowo saat pilpres 2014. Ketika itu, Joko Widodo baru menjabat 2 tahun sebagai gubernur DKI Jakarta.

Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

JOKO Widodo “dibesarkan” oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Siapa yang bisa bantah? Menjadi Walikota Solo dua periode, dicalonkan oleh PDIP. Menjadi Gubernur DKI Jakarta, juga dicalonkan oleh PDIP. Menjadi Presiden dua periode, juga dicalonkan oleh PDIP.

Tidak hanya Joko Widodo, anak dan menantunya juga mulai dibesarkan PDIP. Gibran Rakabuming Raka, anak belum cukup umur, bisa menjadi Walikota Solo karena PDIP. Begitu juga dengna Bobby Nasution, menjadi Walikota Medan juga karena PDIP.

Memang tidak salah pernyataan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP. Tanpa PDIP, Jokowi bukan siapa-siapa. Benar. Joko Widodo bukan tokoh nasional, bukan tokoh pemikir, bukan pemuka agama. Joko Widodo, memang bukan siapa-siapa.

Jokowi Widodo hanya penikmat reformasi, penikmat demokrasi hasil reformasi. Tetapi, Joko Widodo lupa daratan. Pepatah Indonesia bilang, kacang lupa kulit. Tidak ingat asal-usulnya.

Joko Widodo kini berkhianat. Berkhianat terhadap reformasi dan demokrasi, terhadap rakyat, terhadap partai politik yang membesarkannya.

Joko Widodo cawe-cawe politik, cawe-cawe pemilu dan Pilpres 2024, mematikan demokrasi, untuk kepentingan dirinya dan keluarganya.

Joko Widodo mau minta perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027, tapi untungnya kandas. Mau tambah periode jabatan menjadi tiga periode, juga kandas. Terakhir, Gibran dijadikan calon wakil presiden dengan cara memanipulasi dan melanggar konstitusi, melalui bantuan adik iparnya, Anwar Usman, di Mahkamah Konstitusi, dengan melanggar hukum, etika dan moral.

Gibran dicalonkan sebagai wakil presiden oleh Golkar mendampingi Prabowo Subianto, melawan calon presiden dari PDIP, partai yang membesarkannya. Padahal status Gibran ketika itu masih sebagai anggota PDIP, dan masih sebagai Walikota dari PDIP.

Apa namanya kalau bukan pengkhianat? Bahkan, Bobby Nasution juga menyatakan mendukung Prabowo – Gibran. Sehingga dipecat dari PDIP. Lengkap sudah pengkhianatan Joko Widodo dan keluarganya terhadap PDIP.

Joko Widodo juga menjadi musuh sebagian besar rakyat Indonesia. Banyak kebijakannya yang menyusahkan rakyat, khususnya kelompok bawah. Tingkat kemiskinan naik. Tapi, Joko Widodo “membeli” popularitas dengan bantuan sosial!?

Joko Widodo juga menjadi musuh sebagian besar partai politik. Karena mau mengatur urusan internal partai, dengan memasang ketua umum boneka yang bermasalah terkait korupsi untuk mendukungnya.

Pilpres 2024, Joko Widodo mendukung Prabowo sebagai calon presiden 2024. Bukan hanya mendukung, bahkan terkesan menjadi tim pemenangan, dengan memberdayakan kekuasaannya.

Dukungan kepada Prabowo tentu saja bukan untuk kepetingan Prabowo atau rakyat Indonesia. Tetapi, untuk kepentingan Joko Widodo dan keluarganya sendiri. Prabowo mungkin hanya alat saja untuk menjadikan Gibran sebagai calon wakil presiden, dan untuk melindungi dirinya setelah tidak menjabat lagi.

Prabowo juga pernah dikhianati Joko Widodo. Prabowo dan Gerindra ikut mendukung Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2012. Tapi, akhirnya Joko Widodo melawan Prabowo saat pilpres 2014. Ketika itu, Joko Widodo baru menjabat 2 tahun sebagai gubernur DKI Jakarta.

Memang Joko Widodo sekarang mendukung Prabowo, meninggalkan Megawati. Itu karena Jokowi tidak ada pilihan lain. Prabowo saat ini dianggap paling menguntungkan untuk dirinya.

Pada saatnya, kalau tidak menguntungkan, Prabowo akan ditinggal Joko Widodo lagi. Karena politik Joko Widodo sepertinya hanya untuk kepentingan dirinya saja.

Tanda-tanda ke situ mulai tampak. Setelah ditinggal banyak pihak, Joko Widodo sekarang terlihat melemah. Banyak partai politik mulai bangkit meninggalkan Jokowi.

Bahkan partai politik yang tergabung Koalisi Indonesia Maju (KIM) terlihat setengah hati mendukung Prabowo – Gibran. Di hampir semua baliho dan papan reklame partai politik pendukung Prabowo –Gibran tidak memasang gambar mereka. Bahkan, ada baliho yang hanya menampilkan gambar Prabowo sendiri, tanpa Gibran.

Semua ini menunjukkan Gibran tidak populer. Jika populer, pasti gambar Gibran dipasang di mana-mana, di setiap sudut baliho dan papan reklame.

Tetapi, anehnya, sudah tidak populer, pendukungnya malah teriak menang satu putaran. Ilusi.

Joko Widodo paham sekali, kontestasi pilpres kali ini tidak menguntungkan posisinya. Prabowo – Gibran, pada akhirnya, diperkirakan akan kalah pada putaran kedua pilpres.

Untuk mencari selamat, Joko Widodo berupaya mendekati Megawati lagi. Seperti diungkap Tempo, dan Bocor Alus.

Demi kepentingannya sendiri, mungkin Prabowo akan ditinggal lagi, untuk kedua kalinya, oleh Joko Widodo.

Mungkin juga, upaya bertemu dengan Megawati sekaligus untuk memohon agar PDIP tak menerima permintaan pemakzulan Joko Widodo yang sedang bergaung sampai pelosok Indonesia.

Kali ini, Megawati sepertinya menolak untuk bertemu Joko Widodo. Pengkhianatan Jokowi kepada PDIP sudah di luar batas normal.

Bagaimana selanjutnya? Rakyat berharap DPR dapat segera mengevaluasi keberlanjutan jabatan Joko Widodo: lanjut atau diberhentikan? (*)