Mengapa PKS Terus Yang Disalahkan?
Supaya PKS tidak lagi disalahkan, ada saran yang pas. Yakni, lepaskan semua atribut PKS untuk keadilan, dakwah, antinepotisme, dan antikorupsi. Deklarasikan secara terbuka bahwa PKS sama dengan partai-partai lain berjuang demi kekuasaan dan uang.
Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News
DALAM salah satu postingan tentang Joko Widodo, ada komentar yang berbunyi seperti judul tulisan ini. Yang berkomentar boleh jadi kader, simpatisan, atau bahkan pemerhati PKS saja.
Pertanyaan “Mengapa PKS terus yang disalahkan” perlu kita beri konteks. Supaya lebih fokus apa maksud pertanyaan itu. Bahwa pertanyaan ini kelihatan ingin mempersoalkan reaksi marah banyak orang ketika PKS meninggalkan Anies Baswedan dalam Pilgub Jakarta.
Pertanyaan yang saya ambil dari salah satu komentar postingan tersebut juga beririsan dengan keputusan PKS mendukung Bobby Nasution – menantu Jokowi – dalam Pilgub Sumut. Masyarakat sangat mengharapkan PKS mengusung Edy Rahmayadi, bukan menunjukkan keanehan dengan mengusung Bobby.
Karena itu, banyak simpatisan PKS yang berang sambil menyalahkan PKS. Kemarahan verbal publik itu sampai-sampai menggunakan nama hewan segala.
Baik. Kok PKS yang disalahkan? Mengapa bukan Anies? Bukankah dia yang tak bisa memenuhi batas waktu mencari mitra koalisi? Atau, mengapa bukan Edy yang disalahkan? Dia juga gagal memenuhi tenggat waktu terkait berbagai “syarat” yang ditentukan.
Mari kita jawab langsung ke penanya. Sekaligus ke pimpinan PKS yang mungkin juga merasa heran mengapa mereka yang disalahkan dalam urusan Pilgub di Jakarta dan Sumut.
Pertama, PKS masih mengaku diri sebagai partai dakwah. Berusaha menyebar kebaikan, dengan melakukan pendekatan yang berbasis pembinaan kepribadian dan keluarga. Para kader partai terus memperkuat silaturahmi dengan masyarakat simpatisan.
Kedua, PKS selama ini menunjukkan sikap yang konsisten melawan kezaliman dan kesewenangan. PKS menggunakan daya upayanya untuk menyuarakan keadilan dan menggaungkan sikapnya yang antikorupsi, suap-menyuap dan sejenisnya.
Ketiga, PKS dikagumi karena telah menjalankan fungsi pengawasannya di DPR secara maksimal. Senantiasa kritis terhadap kebijakan pemerintah yang menyusahkan rakyat. Sehingga PKS populer disebut sebagai partai oposisi.
Keempat, dan ini yang paling menonjol, PKS mengambil sikap yang sering berseberangan dengan Presiden Jokowi. PKS menjadi pilar perlawanan dari kesewenangan Jokowi dalam melaksanakan kekuasaannya. Temasuk juga menunjukkan sikap yang sejalan dengan rakyat dalam menentang pembangunan dinasti politik Jokowi.
Setidaknya inilah empat jawaban yang sekaligus menjadi parameter mengapa publik menyalahkan PKS ketika sekarang mereka meninggalkan Anies di Pilgub Jakarta dan Edy Rahmayadi di Medan. Sebaliknya mendukung bapaslon-bapaslon yang diusung Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka dan Jokowi.
PKS dinilai berkhianat terhadap perjuangan umat dan akal sehat. Partai Oren tak disangka-sangka berubah drastis.
Tak masuk akal PKS bisa bermesraan dengan PSI yang pernah menjadikan “benci PKS” sebagai fitur bawaan partai itu. Sebaliknya PKS menjauhkan diri dari perjuangan umat untuk keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Supaya PKS tidak lagi disalahkan, ada saran yang pas. Yakni, lepaskan semua atribut PKS untuk keadilan, dakwah, antinepotisme, dan antikorupsi. Deklarasikan secara terbuka bahwa PKS sama dengan partai-partai lain berjuang demi kekuasaan dan uang.
Kelak jika Anda kemudian mengusung apa dan siapa pun, Insya’ Allah tidak ada lagi yang marah atau menyalahkan. (*)