Tidak Sudi Dijajah China (13)

Ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden Nomor 27 tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebuah Keputusan yang telah menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

SEJARAH mencatat Pengkhianatan Warga China di Indonesia. Setidaknya jejak digital yang telah ditulis media adalah fakta yang tidak bisa diabaikan begitu saja. .

Surya Darmadi alias Apeng dan kawan-kawan yang kabur membawa uang rakyat triliunan rupiah tidak bisa dilepaskan dari sejarah pengkhianatan warga China di Indonesia.

Belanda tidak akan mampu menguasai Nusantara selama 350 tahun tanpa bantuan opsir China, itulah sebenarnya yang melakukan dan melaksanakan order penindasan.

Selama berabad-abad Belanda mewariskan struktur ekonomi didominasi ke pedagang China. Penghianatan China di Nusantara antara lain:

Menjadi kaki tangan Belanda dalam menjajah Nusantara; Menzalimi waga pribumi dengan sebutan Inlander dan digolongkan dalam kelas terbawah; Dalam pertempuran 10 November 1945 memberi ruang gerak sekutu. Wajar tidak peduli dengan warga pribumi yang berlumuran darah.

Bahkan, mereka mengaktifkan prajurit kuncir yang kejam dikenal dengan Poh An Tui; Sebagai kaki tangan Belanda dalam pertempuran agresi pertama 21 Juli 1947; Mendirikan dan mendanai PKI Muso termasuk mensuplai senjata; Mendanai dan mendukung PKI DN Audit kemudian meletus G 30 S PKI.

Warga China memegang teguh ajaran dan filsafat Sun Tsu, “Seni Perang”, dipelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh. Politik bisnis, bisnis itu perang. Kalau pasar adalah medan perang, maka diperlukan strategi dan taktik. Sun Tsu menulis:

“Serang mereka di saat mereka tak menduganya, di saat mereka lengah. Haruslah agar kau tak terlihat. Misteriuslah agar kau tak teraba. Maka kau akan kuasai nasib lawanmu. Gunakan mata- mata dan pengelabuan dalam setiap usaha. Segenap hidup ini dilandaskan pada tipuan”.

Ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden Nomor 27 tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebuah Keputusan yang telah menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI.

Berikut para taipan yang menggarong uang rakyat:

1.Eddi Tansil alias Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan; 2.Hartati Murdaya. Ketua umum WALUBI (Wali Umat Buddha Indonesia); 3.Di penghujung tumbangnya orde baru, sejumlah pengusaha dan bankir panen BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).

Banyak di antara mereka yang kemudian melarikan diri ke luar negeri dengan meninggalkan aset rongsokan sebagai jaminan dana talangan.

4.Sudono Salim alias Liem Sioe Liong sekitar Rp 79 triliun; 5.Sjamsul Nursalim alias Liem Tek Siong sebesar Rp 65,4 triliun; 6.Sudwikatmono Rp 3,5 triliun; 7.Bob Hasan alias The Kian Seng Rp 17,5 triliun; 8. Usman Admadjaja Rp 35,6 triliun, Modern Group Rp 4,8 triliun; 9.Ongko Rp 20,2 triliun;

10.Andrian Kiki Ariawan Rp 1,5 triliun; 11. Eko Adi Putranto, anak Hendra Rahardja Rp 2,659 triliun; 12. Sherny Konjongiang, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS bersama 13. Eko Adi Putranto Rp 2,659 triliun; 14.David Nusa Wijaya, Rp 1,29 triliun; 15. Samadikun Hartono, Rp169 miliar.

Kasus Samadikun dalam proses kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura. Total jenderal, duit rakyat yang dikemplang tujuh konglomerat hitam (meminjam istilah Kwik Kian Gie) dalam kasus ini sekitar Rp 225 triliun.

Pasca Orde Baru, muncul lagi pengusaha yang membawa kabur uang dalam jumlah yang luar biasa besarnya. Misalnya:

16.Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing, bekas pemilik Bank Harapan Santosa, yang kabur ke Australia setelah menggondol duit dari Bank Indonesia lebih dari Rp 1 triliun. Hendra Rahardja tepatnya merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia divonis in absentia seumur hidup di PN Jakarta Pusat. Hendra meninggal di Australia pada 2003, dengan demikian kasus pidananya gugur.

17.Sanyoto Tanuwidjaja pemilik PT Great River, produsen bermerek papan atas. Sanyoto telah meninggalkan Indonesia setelah menerima penambahan kredit dari bank pemerintah; 18.Djoko Chandra alias Tjan Kok Hui, yang terlibat dlm skandal cessie Bank Bali, meraup tidak kurang dari Rp 450 miliar. Ketika hendak ditahan Djoko kabur ke luar negeri.

19.Maria Pauline, kasus pembobolan BNI. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,7 triliun. Proses hukumnya masih dalam penyidikan dan ditangani Mabes Polri. Maria kabur ke Singapura dan Belanda.

20.Anggoro Widjojo, kasus SKRT Dephut. Merugikan negara sebesar Rp 180 miliar. Dalam proses penyidikan ke KPK. Anggoro lari ke Singapura dan masuk dalam DPO; 21. Robert Dale Mc Cutchen, kasus Karaha Bodas. Rugikan negara senilai Rp 50 miliar. Ia masuk dalam DPO, lari ke Amerika Serikat.

22.Marimutu Sinivasan, kasus korupsi Bank Muamalat. Kasus ini merugikan negara Rp 20 miliar. Masuk dalam proses penyidikan Mabes Polri. Marimutu melarikan diri ke India.

23.Lesmana Basuki, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Lesmana divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW menyatakan tak jelas perkembangan terakhir kasus ini.

24.Tony Suherman, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Tony telah divonis 2 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW lantas menyatakan tidak jelas perkembangan terakhir kasus ini.

25.Dewi Tantular terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri. Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.

26.Anton Tantular terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.

27.Sukanto Tanoto, terlibat dalam korupsi wesel ekspor Unibank. Ia merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika. Ia lari ke Singapura. Menurut ICW, Sukanto masih terduga namun diberitakan menjadi tersangka. Proses hukum tidak jelas. (Nama Sukanto Tanoto dicabut dalam daftar ini. Kasusnya telah selesai).

Pada tahun 2010, mantan kepala ekonom konsultan McKinsey, James Henry, menerbitkan hasil studinya soal penyelewengan pajak di luar negeri (tax havens).

Menurut laporan tersebut, terdapat USD 21 triliun (Rp 198.113 triliun) pajak pengusaha di seluruh dunia yang seharusnya masuk kantong pemerintah, namun diselewengkan.

Sembilan diantara para pengusaha pengemplang pajak itu berasal dari Indonesia, seperti: James Riady, Eka Tjipta Widjaja, Keluarga Salim, Sukanto Tanoto, dan Prajogo Pangestu. (*)