Jangan Sampai Komjen Agus Andrianto Menjadi Kapolri

POLITISASI Kepolisian RI (Polri) untuk kepentingan Pilpres 2024, kelihatannya sudah dimulai. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo melakukan mutasi di jajaran perwira tinggi. Mutasi ini melibatkan 13 perwira berbintang satu, dua, dan tiga.

Di antara 13 mutasi itu, yang perlu dicermati adalah posisi Wakapolri. Komjen Polisi Agus Andrianto ditunjuk untuk posisi penting ini dan pada tahun yang sangat penting pula. Sebelumnya, Komjen Agus menduduki jabatan Kabareskrim.

Posisi baru yang dipegang oleh Komjen Agus inilah yang dimaksud dengan babak awal politisasi Polri untuk kepentingan pilpres 2024. Mengapa disebut babak awal politisasi Polri? Yaitu, karena beberapa hal berikut ini.

Pertama, penyalahgunaan Polri oleh para penguasa untuk pemenangan salah satu bakal capres diperkirakan masih akan terjadi pada pilpres 2024. Pada pilpres 2019, penyalahgunaan Polri waktu itu berlangsung di bawah Kapolri Tito Karnavian. Dan memang publik bisa melihat sendiri berbagai manuver Tito yang menunjukkan pemihakan Polri kepada capres 01 Joko Widodo yang kemudian oleh KPU dinyatakan sebagai pemenang pilpres.

Belakagan ini beredar kabar bahwa Jenderal Listyo tidak mau menjadi Kapolri yang akan diarahkan untuk kepentingan politik para penguasa. Kalau hal ini benar, berarti dia tidak akan diteruskan oleh Presiden Jokowi sebagai Kapolri.

Jenderal Listyo sendiri lebih muda usianya dari Komjen Agus. Listyo kelahiran 5 Mei 1969. Baru berusia 54 tahun. Artinya, kalau dia mau terus sebagai Kapolri untuk kepentingan Jokowi, pasti dia akan bertahan sampai pensiun. Boleh jadi, Listyo masih memiliki nurani untuk bertindak adil. Sehingga, menjadi tidak sejalan dengan Presiden Jokowi.

Kedua, prediksi mutasi selanjutnya untuk Agus. Pola mutasi berikut untuk mantan Kapolda Sumatera Utara ini tidak akan jauh-jauh dari praktik normal di jajaran pimpinan kepolisian. Di posisi Wakapolri hari ini, Agus berarti menempati posisi senioritas yang paling dekat ke kursi Kapolri.

Dalam usia 56 tahun sekian bulan saat ini, Komjen Agus berada di jenjang yang sangat pas untuk “mengawal” pilpres 2024 yang sesuai dengan tujuan cawe-cawe Presiden Jokowi. Agus baru akan pensiun normal pada 16 Februari 2025 ketika dia mencapai umur pensiun 58 tahun.

Posisi dan usia Agus cantik sekali. Mantan Kabareskrim ini kemungkinan akan dinaikkan menjadi Kapolri dalam waktu 4-5 bulan mendatang, Oktober atau November, ketika urusan pilpres 2024 mulai masuk ke persneling tiga. Bahkan, promosi Agus ke Kapolri bisa jadi lebih cepat agar dia punya banyak waktu untuk menyiapkan strategi “mengawal” pilpres yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024.

Ketiga, tentang Komjen Agus sendiri. Melihat rekam jejak Wakapolri yang baru ini, diperkirakan dia akan mengikuti saja keinginan Jokowi. Bahkan mungkin dia akan merasa “terhormat” dan senang sekali berada di samping presiden. Artinya, hampir pasti Agus, bila akhirnya dia naik menjadi Kapolri, akan melakukan apa saja yang diinginkan Jokowi. Termasuk memuluskan pilihan Jokowi pada pilpres tahun depan.

Ada beberapa faktor pendorong di dalam diri Agus. Dia adalah orang yang masuk dalam kelompok atau faksi Tito. Selama ini sudah terang-benderang bahwa Tito mengarahkan semua anggota Polri untuk menyukseskan jalan Jokowi pada pilpres 2019. Banyak yang berkomentar waktu itu bahwa Tito dan Polri ikut menjadi Tim Sukses Jokowi.

Jadi, Komjen Agus pun kelak jika ada di posisi Kapolri akan mengikuti jejak Tito. Kalau dulu Tito mengerahkan satuan Brimob menindas para pengunjuk rasa yang memprotes kecurangan pilpres 2019, diperkirakan Agus juga akan melakukan hal yang sama.

Faktor lainnya yang membuat Agus akan mengikuti saja kehendak Jokowi nantinya ketika menjadi Kapolri adalah berbagai dugaan korupsi atau gratifikasi yang dia melibatkan dirinya. Masih segar dalam catatan publik ketika seorang mantan polisi yang bernama Ismail Bolong mengaku bahwa dia menyerahkan upeti sebesar Rp 6,000,000,000 kepada Komjen Agus. Pengakuan Ismail itu dibantah oleh mantan Kabareskrim tersebut.

Yang lainnya adalah nama Komjen Agus yang disebut-sebut di dalam diagram balasan dari yang diduga sebagai kelompok Ferdy Sambo, yang mengindikasikan bahwa Agus ikut mengumpulkan uang judi Konsorsium 303 kelompok Medan dan juga Narkoba. Agus dikatakan menerima Rp 54 miliar per bulan. Menurut diagram itu, Agus punya kedekatan dengan raja judi Apin BK dan konglomerat Asiang.

Mengingat tiga hal ini, publik tidak menginginkan Komjen Agus Andrianto didudukkan sebagai Kapolri. Dia digambarkan bermasalah besar.

Dan semua pihak jangan terkagum-kagum melihat LHKPN Agus pada 2017 yang jumlahnya hanya Rp 1.73 miliar. Seolah-olah dia salah satu polisi termiskin di Indonesia. (*)